UMKM Teriak di Penghujung 2025: “Omzet Naik Semu, Untung Hilang Ditelan Biaya”

Jakarta, 24 Desember 2025 – Di permukaan, suasana Natal dan jelang Tahun Baru ini tampak meriah. Pusat perbelanjaan penuh, restoran memiliki daftar tunggu, dan jalan tol macet total oleh wisatawan. Namun, jika Anda menempelkan telinga ke tanah—mendengarkan suara para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)—yang terdengar bukanlah sorak sorai, melainkan teriakan frustrasi.
Hari ini, 24 Desember 2025, menjadi puncak dari akumulasi tekanan ekonomi yang menghantam sektor akar rumput. Para pelaku UMKM sedang mengalami fenomena “Omzet Semu”: angka penjualan terlihat naik karena momen liburan, namun margin keuntungan justru menipis, bahkan minus, tergerus oleh badai kenaikan biaya operasional yang tak terkendali.
Berikut adalah bedah masalah mengapa UMKM “berteriak” di hari yang seharusnya penuh berkah ini.
1. Terjepit “Inflasi Bahan Baku” dan Daya Beli Lemah
Teriakan paling keras datang dari sektor kuliner dan f&b (makanan & minuman). Kenaikan harga emas yang menembus Rp2,5 juta dan fluktuasi nilai tukar rupiah berimbas langsung pada harga bahan baku impor dan lokal.
-
Dilema Harga Jual: Pelaku usaha terjebak dalam posisi buah simalakama. Harga tepung, gula, telur, dan minyak goreng merangkak naik signifikan dalam dua pekan terakhir.
-
Menaikkan Harga: Berisiko ditinggal pelanggan yang daya belinya juga sedang lesu.
-
Menahan Harga: Berarti “bunuh diri” perlahan karena margin keuntungan tergerus habis (boncos).
-
“Tahun ini paling berat. Kami jualan kue kering untuk Natal, pesanan memang banyak, tapi untungnya cuma numpang lewat. Harga mentega naik, harga toples naik, tapi kalau saya naikkan harga kue Rp5.000 saja, pelanggan langsung lari ke produk pabrikan yang lebih murah,” keluh seorang pemilik usaha kue rumahan di kawasan Tangerang Selatan.
2. Kiamat Logistik: Ongkir Mahal dan Barang Busuk
Kemacetan total di Tol Trans Jawa dan jalur arteri pada H-1 Natal ini (seperti dilaporkan dalam Wrap-Up pagi tadi) bukan hanya menyusahkan pemudik, tapi menjadi mimpi buruk bagi UMKM yang mengandalkan pengiriman ekspedisi.
-
Lonjakan Biaya Kirim: Banyak jasa ekspedisi memberlakukan surcharge (biaya tambahan) di masa peak season ini karena tingginya biaya operasional armada yang terjebak macet.
-
Risiko Kerusakan: Bagi UMKM yang menjual frozen food atau makanan basah, keterlambatan pengiriman berarti barang rusak (basi). Tidak sedikit pelaku usaha yang hari ini harus menanggung kerugian jutaan rupiah karena harus me-refund uang pembeli akibat paket yang terlambat sampai atau rusak di jalan.
Rantai pasok yang lumpuh membuat perputaran modal (cash flow) UMKM tersendat tepat di saat mereka butuh uang tunai untuk membayar THR karyawan atau bonus akhir tahun.
3. Bayang-Bayang Kenaikan UMP 2026
Pengumuman kenaikan UMP Jakarta (6,17%) dan UMK Medan (6,8%) hari ini disambut dengan dingin oleh para pemilik usaha kecil. Bagi korporasi besar, angka ini mungkin bisa diserap. Namun bagi UMKM dengan 5-20 karyawan, ini adalah lonceng bahaya untuk tahun 2026.
Teriakan pengusaha hari ini adalah tentang ketakutan masa depan. “Kami baru mau bangkit dari dampak inflasi 2025, besok Januari beban gaji sudah harus naik lagi. Pilihannya mengerikan: kurangi kualitas bahan, atau kurangi jumlah karyawan,” ungkap Ketua Asosiasi UMKM sektor Tekstil di Jawa Barat.
Banyak pemilik usaha konveksi kecil yang hari ini “tiarap”, menunda ekspansi atau pembelian mesin baru karena harus mengalokasikan dana cadangan untuk penyesuaian upah bulan depan.
4. Perang Tak Seimbang di Pasar Digital
Di ranah digital, UMKM lokal juga berteriak menghadapi gempuran Live Shopping yang didominasi oleh merek-merek besar atau produk impor murah (barang cross-border).
Pada momen 24 Desember ini, platform e-commerce banjir diskon. Namun, algoritma pasar cenderung memihak mereka yang punya modal iklan besar (Big Tech/Big Brand). UMKM yang mengandalkan jangkauan organik merasa semakin “tenggelam”. Biaya iklan di media sosial (Meta Ads/TikTok Ads) pada akhir tahun melonjak drastis (CPM mahal), membuat biaya akuisisi pelanggan menjadi tidak masuk akal bagi kantong usaha kecil.
5. Fenomena “Makan Tabungan”
Data dari perbankan menunjukkan tren yang mengkhawatirkan: rasio simpanan pelaku usaha mikro menurun, sementara rasio kredit macet (NPL) di segmen produktif mikro mulai merangkak naik (mendekati 4%).
Ini mengindikasikan bahwa banyak UMKM yang bertahan hidup hari ini dengan cara “makan tabungan” atau memutar uang pinjaman online (pinjol) berbunga tinggi demi menjaga operasional tetap jalan. Mereka berteriak bukan karena tidak mau berusaha, tapi karena ekosistem ekonomi saat ini sedang tidak ramah pada “pemain kecil”.
Kesimpulan: Butuh Lebih dari Sekadar Slogan
Tanggal 24 Desember 2025 menjadi pengingat bahwa ketahanan ekonomi Indonesia yang sesungguhnya ada di pundak UMKM, namun pundak itu kini sedang retak.
Teriakan UMKM hari ini adalah sinyal SOS. Mereka tidak butuh slogan “UMKM Naik Kelas” yang kosong. Yang mereka butuhkan saat ini adalah:
-
Stabilitas Harga Bahan Pokok: Agar HPP (Harga Pokok Penjualan) bisa diprediksi.
-
Akses Pasar yang Adil: Proteksi dari gempuran barang impor murah yang mematikan produsen lokal.
-
Insentif Riil: Keringanan pajak atau subsidi listrik bagi usaha mikro di tahun 2026 untuk mengimbangi kenaikan upah buruh.
Malam ini, saat kita merayakan Natal atau berlibur, ingatlah bahwa di balik setiap hidangan yang tersaji atau kado yang dibeli, ada perjuangan pelaku UMKM yang sedang bertaruh nasib untuk bisa bertahan melewati pergantian tahun.

