CNOOC di Penghujung 2025: Agresivitas “Naga Laut” China di Tengah Krisis Energi Global

Hong Kong/Jakarta, 24 Desember 2025 – Di saat bursa saham global bergerak lambat menjelang liburan Natal, saham energi justru menjadi anomali yang memanas. Salah satu aktor utama yang menyita perhatian analis pasar hari ini adalah CNOOC Limited, raksasa migas lepas pantai terbesar di China.
Pada perdagangan hari ini, CNOOC mencatatkan performa impresif di Bursa Hong Kong, didorong oleh kombinasi kenaikan harga minyak mentah dunia dan pengumuman strategis perusahaan terkait penemuan cadangan baru. Di tengah ketidakpastian geopolitik yang mengerek harga komoditas, CNOOC membuktikan diri sebagai benteng ketahanan energi bagi Tiongkok sekaligus pemain kunci di perairan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Berikut adalah ulasan lengkap mengenai manuver CNOOC hari ini dan dampaknya bagi peta energi 2026.
1. Kado Natal dari Laut Bohai: Penemuan Cadangan Raksasa
Berita utama yang menggerakkan sentimen pasar hari ini adalah rilis resmi CNOOC mengenai keberhasilan eksplorasi di Teluk Bohai.
Tepat pagi ini, manajemen CNOOC mengumumkan penemuan ladang minyak dan gas baru di formasi geologis dalam (deep strata) dengan estimasi cadangan terbukti mencapai lebih dari 100 juta ton setara minyak. Penemuan ini disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di Asia Timur sepanjang tahun 2025.
Bagi Beijing, ini adalah kemenangan strategis. Di bawah tekanan sanksi dagang dan ketegangan jalur distribusi energi global, instruksi Presiden Xi Jinping untuk meningkatkan “Kemandirian Energi” dijawab tuntas oleh CNOOC. Penemuan ini menjamin pasokan domestik untuk kawasan industri utara China yang haus energi, mengurangi ketergantungan impor di tengah harga minyak yang fluktuatif.
2. Fokus di Indonesia: Menggenjot Produksi Selat Madura
Lantas, apa relevansinya bagi Indonesia? Hari ini, perhatian pelaku industri hulu migas nasional juga tertuju pada aktivitas CNOOC di perairan Nusantara.
Sepanjang 2025, CNOOC melalui anak usahanya, CNOOC SES Ltd dan keterlibatannya di Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), terus agresif meningkatkan produksi gas.
Pada tanggal 24 Desember ini, beredar laporan industri bahwa CNOOC sedang memfinalisasi rencana pengembangan lanjutan (Plan of Development/PoD) untuk lapangan gas baru di Selat Madura. Langkah ini sangat krusial bagi pasokan gas di Jawa Timur.
Di saat SKK Migas mengejar target produksi 1 juta barel minyak dan 12 miliar kaki kubik gas pada 2030, CNOOC memposisikan diri sebagai mitra yang “banyak bekerja, sedikit bicara”. Konsistensi CNOOC dalam menjaga lifting migas di Indonesia menjadi penopang penting penerimaan negara, terutama ketika beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) barat mulai mengurangi portofolio fosil mereka.
3. Strategi Ganda: Minyak & Angin (Offshore Wind)
Menariknya, CNOOC hari ini tidak hanya bicara soal minyak hitam. Dalam laporan keberlanjutan akhir tahun yang dirilis parsial hari ini, CNOOC memamerkan progres signifikan dalam proyek Energi Baru Terbarukan (EBT).
Berbeda dengan raksasa migas Eropa yang kadang terkesan ragu-ragu dalam transisi energi, CNOOC menerapkan strategi “Yin dan Yang”. Mereka mengeruk minyak secara agresif untuk mendanai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) lepas pantai (Offshore Wind).
Hari ini, CNOOC meresmikan operasional penuh ladang angin lepas pantai pertama di dunia yang terintegrasi langsung dengan platform pengeboran minyak di laut dalam. Listrik dari angin digunakan untuk menyalakan rig pengeboran, mengurangi emisi karbon dari proses produksi minyak secara signifikan. Ini adalah model bisnis hibrida yang sedang dipelajari oleh banyak negara, termasuk Indonesia yang memiliki potensi serupa di Laut Natuna.
4. Kinerja Keuangan: “Cash Cow” yang Menggiurkan
Dari sisi pasar modal, CNOOC hari ini menjadi primadona bagi pemburu dividen.
Dengan harga minyak yang stabil tinggi di akhir 2025, arus kas (cash flow) CNOOC sangat sehat. Biaya produksi per barel (All-in Cost) CNOOC tercatat sebagai salah satu yang terendah di dunia, berada di kisaran US$28 – US$30 per barel. Dengan harga jual minyak dunia di atas US$80 per barel hari ini, margin keuntungan yang mereka raup sangat tebal.
Analis keuangan di Hong Kong memprediksi bahwa CNOOC akan membagikan dividen spesial di awal 2026, menjadikannya saham defensif terbaik untuk dipegang selama masa ketidakpastian ekonomi.
5. Geopolitik Laut China Selatan
Namun, membicarakan CNOOC tidak bisa lepas dari bayang-bayang geopolitik. Aktivitas pengeboran CNOOC di Laut China Selatan selalu menjadi sorotan tetangga-tetangganya, termasuk Vietnam dan Filipina.
Pada hari ini, belum ada insiden baru yang dilaporkan, namun kehadiran armada rig CNOOC yang sering dikawal oleh China Coast Guard tetap menjadi titik friksi yang diawasi ketat oleh militer AS di Pasifik. Bagi Indonesia, posisi ini menuntut diplomasi yang canggih: menerima CNOOC sebagai investor migas yang vital di satu sisi (di wilayah yang tidak bersengketa), namun tetap waspada menjaga kedaulatan di Laut Natuna Utara.
Kesimpulan: Raksasa yang Terus Lapar
Di tanggal 24 Desember 2025 ini, CNOOC mengirimkan pesan jelas: Dunia masih butuh minyak, dan CNOOC siap menyediakannya dengan cara apa pun.
Mereka tidak melambat. Mereka justru menekan pedal gas lebih dalam—mengebor lebih dalam di laut, membangun kincir angin lebih tinggi, dan memperluas cengkeraman pasar dari Bohai hingga Selat Madura.
Bagi pelaku bisnis energi di Indonesia, CNOOC adalah cermin efisiensi dan agresivitas. Di tengah teriakan transisi energi, CNOOC menunjukkan bahwa bisnis fosil masih sangat menguntungkan jika dikelola dengan teknologi tinggi dan biaya rendah.
Menuju 2026, CNOOC bukan lagi sekadar perusahaan minyak nasional China, melainkan global powerhouse yang menentukan arah harga energi di Asia.

